Padahal Allah sudah mengingatkan dalam Al-Qur’an surat Ibrahim Ayat 7,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Artinya: "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim [14]: 7)
Ayat ini jelas sekali, syukur bukan hanya membuat nikmat terasa cukup, tapi juga mendatangkan tambahan nikmat dari Allah Ta'ala. Sebaliknya, banyak mengeluh, kufur nikmat, justru akan mengundang murka Allah.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ فَوْقَكُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah orang yang berada di bawahmu (dalam hal materi), dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena hal itu lebih pantas agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepadamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengajarkan kita agar jangan sibuk dengan kekayaan yang dimiliki oleh orang lain, ketampanan atau kecantikan orang lain, atau jabatan yang diduduki oleh orang lain. Tapi coba bandingkanlah apa yang telah kita miliki saat ini dengan mereka yang hidupnya jauh lebih sulit dari kita. Maka seharusnya kita akan merasa betapa besar nikmat Allah yang telah dikaruniakan dalam hidup kita.
Terkadang kita merasa hidup ini berat, tidak adil, atau selalu kurang. Kita mengeluh, “Kenapa saya tidak seperti dia? Kenapa hidup saya begini saja?” Namun, pernahkah kita merenung, berapa banyak nikmat yang sudah Allah beri tanpa kita minta? Mata yang bisa melihat, kaki yang bisa berjalan, udara yang bisa kita hirup gratis setiap hari. Bahkan, jantung yang berdetak tanpa kita suruh.
Mengeluh itu manusiawi, karena manusia memang diciptakan dengan sifat demikian. Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا
Artinya: "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." (QS. Al-Ma’arij [70]: 19)
Dalam ayat ini, Allah Ta'ala berfirman seraya memberitahukan tentang manusia dan watak buruk yang terbentuk pada dirinya. Akan tetapi jika mengeluh menjadi kebiasaan, itu adalah penyakit hati. Orang yang sering mengeluh akan sulit bahagia, karena fokusnya selalu pada kekurangan. Bahkan ketika ia sudah memiliki banyak harta, tetap saja merasa tidak cukup. Orang seperti ini tidak bisa merasakan kedamaian, karena hatinya tertutup oleh rasa iri dan tidak puas. Karena hati yang kurang bersyukur, kita jadi banyak mengeluh. Padahal keluhan tidak menyelesaikan masalah, justru membuat hati semakin sempit dan pikiran menjadi rumit.
Mari kita renungkan. Apakah kita lebih sering menghitung nikmat atau lebih sering menghitung masalah? Apakah kita lebih banyak berdoa dengan syukur atau lebih banyak berdoa dengan keluhan?
Ingatlah, syukur bukan hanya di lisan dengan ucapan “Alhamdulillah”, tapi juga dengan hati yang ridho dan anggota tubuh yang taat. Kalau kita diberi sehat, gunakan untuk ibadah. Kalau kita diberi rezeki, gunakan untuk berbagi. Kalau kita diberi ilmu, gunakan untuk mengajar.
Mari kita kurangi keluhan! Saat sakit, katakan “Alhamdulillah, ini penggugur dosa”. Saat rezeki sempit, katakan “Alhamdulillah, Allah ingin aku lebih dekat kepada-Nya”. Saat ada masalah, katakan “Alhamdulillah, Allah sedang melatih kesabaran”. demikian seterusnya sampai hati kita semakin bertakwa kepada Allah Ta'ala.
Saat ini, kita hidup di zaman yang serba cepat, serba ingin instan, dan terlalu mudah merasa kurang. Hingga lupa bahwa sebenarnya kita sedang berenang dalam lautan nikmat Allah Ta'ala. Bersyukur dengan lisan yang mengucap “Alhamdulillah.” dan juga dengan hati yang tenang menerima takdir. Karena seorang mukmin seharusnya memiliki hati yang kuat dan penuh harapan, bukan hati yang selalu mengeluh atas takdir. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya: “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Lalu, bagaimana agar kita bisa menjadi orang yang mudah bersyukur? Pertama, biasakan mencatat nikmat setiap hari. Tiga hal kecil yang kita syukuri setiap malam bisa membentuk kebiasaan hati yang positif. Kedua, hindari membandingkan hidup kita dengan orang lain. Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau, tapi kita tak tahu apa yang ia korbankan untuk itu. Ketiga, sering-seringlah melihat ke bawah, kepada orang yang lebih susah hidupnya dari kita. Dari situ kita akan sadar bahwa kita masih sangat beruntung. Dan yang terakhir, ingatlah kematian. Karena saat kita tahu hidup ini sementara, kita akan lebih menghargai waktu dan berhenti mengeluh atas hal-hal kecil serta memperbanyak ibadah kepada Allah Ta'ala.
Mungkin hari ini kita mengeluh tentang pekerjaan, padahal banyak orang yang menginginkan sebuah pekerjaan. Kita mengeluh tentang makanan, padahal banyak orang yang tidur kelaparan. Kita mengeluh tentang pasangan, anak, rumah, kendaraan, padahal semua itu adalah doa-doa kita dulu yang sudah dikabulkan oleh Allah. Maka, jangan sampai kita termasuk orang yang hanya pandai meminta, tapi lupa bersyukur saat sudah diberi.
Mari kita banyak berdo'a dengan mengucapkan: “Ya Allah, jadikanlah kami hamba-Mu yang pandai bersyukur. Jangan biarkan kami tergelincir menjadi orang yang kufur nikmat. Berikan kami hati yang tenang dan penuh qana'ah. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.”

Komentar
Posting Komentar