Sabar dalam bahasa yang sederhana berarti menahan diri, tidak tergesa-gesa, dan tetap teguh di jalan yang benar meskipun menghadapi ujian atau godaan. Sikap sabar bukan berarti kita berhenti berusaha, melainkan terus berikhtiar dengan cara yang benar, sambil meyakini bahwa Allah Ta'ala telah menetapkan waktu terbaik untuk setiap hal yang terjadi dalam hidup kita.
Janganlah kita memaksakan sesuatu yang belum waktunya, karena hidup ini sudah diatur oleh Allah. Setiap hal di dunia ini memiliki takdir dan waktunya masing-masing. Memaksakan sesuatu sebelum waktunya sering kali justru berakhir dengan penyesalan. Sebab apa yang belum siap datang bisa jadi membawa lebih banyak mudharat daripada manfaat. Lebih baik kita bersabar dan yakin bahwa segala sesuatu akan datang pada saat yang paling tepat.
Mari kita lihat contoh dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seseorang ingin membeli motor baru atau ponsel canggih. Jika uangnya memang sudah cukup, silahkan dibeli, itu bagian dari rezeki Allah. Namun, jika uang belum cukup, maka bersabarlah. Jangan memaksa diri dengan berhutang sana-sini atau melakukan hal yang tidak dibenarkan. Karena barang yang dibeli dengan cara memaksa biasanya tidak membawa keberkahan, justru menimbulkan masalah baru.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al-Hadid [57]: 22-23)
Dalam Tafsir as-Sa'di (Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H) yang menjelaskan ayat ke 23. Allah mengabarkan hal ini kepada para hamba-Nya agar kaidah tersebut tertanam kuat dalam hati mereka. Tujuannya adalah agar mereka senantiasa merujuk segala kebaikan dan keburukan kepada ketetapan Allah, sehingga mereka tidak mudah putus asa atau bersedih atas sesuatu yang luput dari mereka. Dengan pemahaman ini, hati mereka tidak akan tamak atau terlalu memburu apa yang belum mereka dapatkan, karena mereka yakin bahwa segala sesuatu telah tertulis di Lauhul Mahfuzh dan pasti terjadi sesuai dengan kehendak-Nya; tidak ada cara untuk menolaknya. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan agar manusia tidak berlebihan dalam bergembira hingga bersikap sombong atas pemberian Allah, melainkan lebih fokus untuk bersyukur kepada-Nya yang telah menganugerahkan berbagai kenikmatan dan menahan azab. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” yakni orang yang angkuh, berhati keras, kasar, kagum terhadap dirinya sendiri, serta membanggakan nikmat Allah seolah-olah merupakan hasil usahanya semata, hingga ia pun melampaui batas dan lalai mensyukuri nikmat tersebut.
Demikian juga dalam pendidikan, banyak siswa yang ingin mendapat nilai sempurna, tetapi memilih jalan pintas dengan mencontek atau kecurangan yang lain. Hasilnya bukan menunjukkan nilai sempurna karena kecerdasan, melainkan kebodohan yang tertutup sementara. Begitu pula dalam bisnis, jangan memaksa keuntungan instan dengan cara curang, sebab hasil yang dipaksa sering kali tidak bertahan lama. Dalam hal pernikahan pun sama, jika memang sudah siap lahir batin, silakan menikah. Namun jika belum siap, maka bersabarlah. Jangan memaksa diri untuk menikah hanya karena dorongan orang lain atau sekadar gengsi.
Kita harus belajar bahwa bersabar dan tidak memaksakan kehendak akan membawa banyak manfaat dalam kehidupan. Pertama, hati menjadi lebih tenang karena kita belajar untuk ridha menerima ketentuan Allah. Kedua, sikap ini menjauhkan kita dari kesalahan fatal yang sering kali muncul akibat tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Ketiga, Allah menjanjikan keberkahan bagi orang-orang yang bersabar dalam menghadapi ujian. Dan yang paling penting, rezeki akan datang di waktu yang tepat, karena Allah tidak pernah salah dalam menentukan momen terbaik untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh hamba-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّبْرُ ضِيَاءٌ
Artinya: “Sabar adalah sinar cahaya.” (HR. Muslim).
Keinginan bagaikan kegelapan yang belum tentu kita ketahui kebaikannya, dan untuk menerangi kegelapan itu, kita membutuhkan cahaya, cahaya tersebut adalah kesabaran. Dengan bersabar dan tidak tergesa-gesa, kita diberi ruang untuk berpikir jernih, menimbang apakah sesuatu itu membawa kebaikan atau keburukan, manfaat atau mudarat, kelebihan atau kekurangan. Tak jarang, karena kurang sabar, seseorang akhirnya menyesal telah mengikuti keinginannya tanpa pertimbangan matang. Maka, sabar bukan hanya menahan diri, tetapi juga menjadi jalan menuju kebijaksanaan dan keselamatan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah [2]: 153)
Karena itu, mari kita tanamkan dalam hati bahwa kalau ada rezeki, syukuri dan nikmati. Kalau belum ada, bersabarlah dan jangan memaksa. Yakinlah bahwa Allah tahu waktu yang paling tepat, bahkan buah manis sabar adalah kita akan diberi dengan sesuatu yang lebih baik dari yang kita inginkan sebelumnya.
Kita berdo'a dengan mengucapkan: “Ya Allah, jadikanlah kami hamba-Mu yang sabar, yang tidak tergesa-gesa, yang ridha atas takdir-Mu. Berikanlah kami rezeki yang halal, berkah, dan cukup untuk dunia serta akhirat kami. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.”

Komentar
Posting Komentar