Di kehidupan modern yang serba ada ini, kita sering dihadapkan pada banyak pilihan yang membingungkan. Apakah ini halal? Apakah itu haram? Atau bagaimana kejelasan hukumnya ini dan itu... Apakah ini termasuk boleh atau dilarang? Atau ini adalah termasuk perkara yang belum jelas?
Nah, ternyata hal seperti ini sudah dibahas lebih dari 1400 tahun lalu oleh Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits yang sangat dalam maknanya.
Pahami dengan baik hadits berikut,
Halal dan Haram Itu Sudah Jelas
Dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya sudah menjelaskan dengan terang mana yang boleh (disebut halal) dan mana yang tidak boleh (disebut haram). Ini seperti warna putih dan hitam yang sudah sangat jelas dan tidak perlu diperdebatkan kecuali seorang tersebut buta warna.
Lalu Apa Itu “Syubhat”?
Setelah yang jelas-jelas halal dan jelas-jelas haram, Nabi menyebut ada perkara syubhat. Ini adalah hal-hal yang belum jelas hukumnya bagi sebagian orang, karena:
-
Belum ada dalil yang tegas,
-
Dalilnya dipahami berbeda-beda,
-
Atau orang awam tidak punya cukup ilmu untuk menentukannya.
Seperti warna putih dan hitam yang sudah sangat jelas dan tidak perlu diperdebatkan, ternyata ditengah-tengahnya terdapat warna abu-abu. Sehingga membuat kita ragu apakah warna abu-abu ini bagian dari warna putih? Ataukah bagian dari warna hitam? Tapi yang jelas warna abu-abu itu berbeda dan tidak bisa dimasukkan kedalam kelompok warna yang putih atau warna yang hitam.
🚦 Ibarat Lampu Lalu Lintas
Bayangkan halal itu lampu hijau, haram itu lampu merah, dan syubhat itu lampu kuning.
Jika saat kita tiba di perempatan jalan dan hanya melihat saat lampu lalu lintas berwarna kuning yang menyala, sebagai orang yang hati-hati, tentu kita akan berpikir dan melambat kemudian memastikan warna apa yang menyala berikutnya. Jika warna berikutnya yang menyala warna merah maka kita berhenti, jika warna berikutnya yang menyala hijau maka kita lanjutkan perjalanan.
kalaulah orang yang sembrono yang langsung tancap gas tanpa melambat dan berpikir, kemudian ternyata itu lampu kuning yang beralih ke lampu merah, tentu kecelakaanlah yang akan didapati, na'udzubillahimin dzalik.
Begitu pula syubhat. Rasulullah ﷺ mengajarkan: yang terbaik adalah menghindari syubhat, agar kita tidak secara tak sadar masuk ke wilayah haram.
Mengapa Harus Hati-Hati dan Menjauhi Syubhat?
Karena orang yang sengaja nekat masuk ke wilayah abu-abu rentan tergelincir ke wilayah haram. Rasulullah ﷺ memberi perumpamaan seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya dekat lahan milik orang lain. Kalau tidak hati-hati, bisa saja ternaknya masuk ke lahan orang lain yang itu adalah haram.
Seperti halnya anda sedang berkendara di jalan raya. Jalan raya tersebut memiliki dua jalur, yaitu jalur untuk kendaraan yang menuju Utara dan jalur untuk kendaraan yang menuju Selatan. Jalur tersebut dipisahkan dengan marka jalan (garis putih). Orang yang cerdas tentu akan memilih tetap di jalur aman yakni jalur yang searah, dan bukan berkendara di atas garis putih marka jalan yang dapat berpotensi masuk ke jalur lawan arah yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
Menjaga diri dari yang syubhat adalah bentuk pemeliharaan hati. Hati yang bersih akan membimbing kita pada kebaikan dan menjauhkan dari dosa. Karena kalau kita biasa “mengabaikan” hal yang meragukan, lama-lama hati kita menjadi bermudah-mudahan, dan tidak lagi peka terhadap syubhat ataupun dosa. Ini sangat berbahaya!
Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa menjaga dirinya dari perkara syubhat, maka ia telah menjaga kehormatan dan agamanya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya, menjauhi yang syubhat adalah bentuk ketakwaan dan kehormatan diri. Ini bukan soal sok alim, tapi karena sadar bahwa hidup ini adalah ujian dan setiap langkah akan dimintai pertanggungjawaban.
Kesimpulan Mudahnya:
-
Halal dan haram itu jelas, tidak perlu banyak debat.
-
Syubhat itu abu-abu, maka lebih baik diwaspadai daripada dibela.
-
Orang yang bijak tidak asal ikut tren, tapi ikut ilmu dan kebenaran.
-
Takut pada dosa itu bukan lemah, justru itulah tanda iman yang kuat.
Jika ada yang masih ragu, tahan dulu, cari ilmunya, dan jangan sampai membuat keputusan hanya berdasarkan “katanya” atau “semua orang juga begitu.”
Jangan Biarkan Hawa Nafsu Membuat Syubhat Menjadi Halal
Dalam menghadapi perkara syubhat yakni hal-hal yang belum jelas halal atau haramnya, kita seringkali tergoda untuk mengambil kesimpulan yang itu sesuai dengan keinginan atau kepentingan pribadi. Padahal, menyimpulkan hukum dalam Islam bukanlah perkara sepele. Ia bukan hanya soal benar atau salah, tetapi juga soal tanggung jawab di hadapan Allah.
Jika kita terlalu mudah menyatakan sesuatu itu "boleh" hanya karena nyaman, atau karena semua orang melakukannya, tanpa dalil yang kuat atau ilmu yang benar, maka kita bisa terjerumus dalam kesalahan dan dosa.
Allah Ta'ala berfirman,
أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Artinya: "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Al-Jatsiyah: 23)
Dalam ayat ini kita diperingatkan tentang bahaya mengikuti keinginan pribadi dalam menentukan sikap. Jangan-jangan kita bukan sedang mencari kebenaran, tapi sedang mencari pembenaran untuk membenarkan apa yang sudah ingin kita lakukan sejak awal.
Di era media sosial, kita mudah terpengaruh oleh opini yang viral, ceramah potong-potongan, atau ustaz dadakan. Tapi dalam Islam, hukum ditetapkan dengan ilmu, bukan dengan selera publik atau logika pribadi.
Dunia memang penuh pilihan. Tapi Islam membekali kita dengan peta yang jelas: ikuti yang halal, jauhi yang haram, dan hati-hati dengan yang syubhat. Jika belum jelas, lebih baik tinggalkan dulu daripada menyesal kemudian. Karena sesungguhnya, hidup ini bukan hanya soal boleh atau tidak, tapi tentang menjaga hati agar tetap bersih, dan hidup agar tetap terarah menuju ridho Allah Ta'ala.
Komentar
Posting Komentar