Pernahkah kita melakukan sesuatu hanya karena “semua orang melakukan begitu”? Atau menerima suatu cara karena “sudah biasa dari dulu caranya seperti itu”? Tanpa sadar, banyak kebiasaan dalam hidup kita yang sebenarnya perlu dikoreksi, tapi karna minimnya kesadaran terus dijalankan karena sudah jadi kebiasaan. Di sinilah pentingnya merenungi prinsip "Biasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan."
Ungkapan ini tidak sekadar nasihat, melainkan prinsip hidup. Prinsip ini merupakan bentuk dari kesadaran, kejujuran dan tanggungjawab. Untuk tidak sekadar melakukan sesuatu karena ikut-ikutan dalam kebiasaan yang orang lain sering lakukan, tapi berpikir untuk mencari dasar dalam bertindak berdasarkan nilai yang benar. Bahkan kalau penerapannya itu berarti harus melawan arus dari sistem yang telah ada.
Kesalahan yang Terus Dilestarikan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menemukan ada banyak contoh pembenaran terhadap kebiasaan yang sebenarnya diketahui itu perbuatan yang salah. Misalnya di sekolah, ada budaya menyontek yang dianggap wajar selama tidak ketahuan. Di tempat kerja, ada budaya manipulasi data sering ditoleransi asalkan target tercapai. Dalam masyarakat, praktik pungli, nepotisme, atau bahkan ketidakjujuran kecil dalam laporan sering dianggap “sudah biasa”.
Masalahnya, ketika kesalahan terus dibiarkan dan dijadikan kebiasaan, ia tidak hanya menjadi musibah, tapi juga membentuk karakter masyarakat yang permisif dan tidak jujur serta berdampak buruk dalam jangka panjang. Kita jadi terbiasa mencari alasan, bukan solusi. Kita lebih sibuk mempertahankan kenyamanan, daripada memperjuangkan kebenaran.
Kejujuran adalah Pondasi dari Perubahan
Mengapa membiasakan yang benar begitu penting? Karena kebenaran akan selalu menang dalam hal apapun. Kejujuran adalah kuncinya. kesejahteraan dalam hidup, keluarga, organisasi, lembaga dan pemerintahan negara berawal dari perilaku jujur. Orang yang membiasakan diri hidup dalam kejujuran mungkin tidak selalu cepat berhasil secara instan, tapi mereka berhasil membangun pondasi yang kokoh dalam perubahan hidup kearah yang lebih baik.
Membenarkan kebiasaan yang salah sama saja dengan berbohong kepada orang lain dan kepada diri sendiri. Ironisnya, banyak orang lebih nyaman hidup dalam kebohongan daripada memetik buah manis kejujuran.
Bayangkan, kita tahu sistem kita salah, tahu cara yang digunakan tidak benar, tapi tetap dijalankan karena sudah jadi kebiasaan. Dari sinilah muncul fenomena berbahaya yaitu kebiasaan dianggap sebagai kebenaran.
Ingat bahwa kebenaran ditentukan oleh aturan agama, aturan negara dan norma, bukan ditentukan oleh kebiasaan yang sering dilakukan atau karna banyaknya jumlah pelaku yang mengerjakan.
Jangan mencontoh sebuah kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Apalagi menjadikannya sebagai alasan pembenaran terhadap kesalahan yang dilakukan. Hal yang demikian itu sama saja Anda masuk ke dalam lingkaran setan.
Mengapa Sulit Dilakukan?
Tentu saja, tidak akan sulit selama ada kemauan. Akan tetapi membiasakan yang benar bukan hal mudah. Mengapa?
1. Melawan Arus
Kita hidup dalam sistem yang sering kali sudah terbentuk dari awal atau dari sananya, entah benar atau salah. Ketika kita mencoba melakukan hal yang benar, kita bisa dianggap aneh, keras kepala, atau bahkan menjadi ancaman. Padahal yang kita lakukan adalah keberanan, tapi tampak di mata mereka sebagai tindakan yang salah.
2. Tidak Populer
Berpegang pada kebenaran jarang membuat kita disukai. Apalagi jika kebenaran itu membongkar kebohongan yang sudah dianggap biasa. Karena itu, narasi “biasakan yang benar” sering dianggap tidak populer, bahkan mengganggu. Pada akhirnya anda akan menjadi semakin dikucilkan jika berada di lingkungan yang demikian.
3. Ada Risiko
Menolak kompromi atau menentang kebiasaan lama bisa membawa konsekuensi. Mungkin kehilangan teman, kesempatan, bahkan pekerjaan. Tapi di sinilah nilai keberanian moral itu diuji, apakah kita siap membayar harga untuk tetap berada di jalur yang benar?
Kesadaran adalah Titik Awal Perubahan
Meski berat, perubahan selalu dimulai dari kesadaran. Kita harus jujur pada diri sendiri dulu, apakah yang kita lakukan benar atau hanya mengikuti kebiasaan yang diragukan kebenarannya? Kesadaran ini adalah titik awal yang sangat penting untuk membentuk kebiasaan baru, yakni membiasakan yang benar.
Berani berkata “tidak” pada kebiasaan yang salah bukan berarti sok suci, tapi berarti kita peduli pada kebenaran dan peduli pada masa depan yang lebih baik. Karena jika kita terus membenarkan kebiasaan yang salah, kita sedang memperkuat rantai kesalahan itu untuk generasi berikutnya.
Celakanya lagi bahwa setiap apa yang kita lakukan dimuka bumi ini akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan sang Pencipta.
Kita Bisa Mulai dari Hal Kecil
Perubahan besar tidak selalu dimulai dari aksi besar. Membiasakan yang benar bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti membiasakan perilaku berikut:
-
Jujur dalam perkataan dan tindakan.
Banyak belajar, dengan belajar kita bisa membedakan mana yang benar dan salah.
Berani mengakui kesalahan.
-
Tidak ikut kebiasaan yang kita ketahui bahwa itu salah.
-
Jangan jadi pribadi yang haus pujian dan mencari ketenaran.
Hal-hal kecil ini mungkin tampak sepele, tapi ketika dilakukan secara konsisten, maka membentuk karakter, dan karakter memengaruhi keberhasilan dan kesejahteraan di masa depan.
Berusaha Jadi Pelopor Kebenaran
Memang tidak mudah menjadi satu-satunya yang berdiri untuk kebenaran di tengah kerumunan yang memilih mengikuti arus. Tapi dunia tidak berubah oleh mayoritas yang demikian, dunia berubah oleh minoritas yang berani bicara kebenaran dan bukan bersikap diam.
Dan jika hari ini kita merasa sendirian dalam membiasakan yang benar, percayalah bahwa kita sedang menjadi cahaya kecil yang mungkin saja menyadarkan orang lain untuk ikut bangun dari kegelapan tidurnya.
Pada intinya adalah berusaha sesuai kemampuan. Apabila usaha sudah dilakukan namun belum berhasil, setidaknya kita sudah pernah mencoba dan berusaha. Jadi pelopor kebenaran tapi tentu dengan cara yang benar juga. Jangan semangatnya tinggi tapi ilmunya rendah. Jadi pelopor kebenaran harus memiliki ilmu yang luas, etika yang baik dan mental yang kuat. Seorang pelopor atau pembaharu tidak akan selalu mulus jalan hidupnya.
Bukan Sekedar Slogan yang Dipajang
"Biasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan" bukan hanya sebatas slogan yang di gaungkan atau ditempel dalam bingkai ruangan. Ia adalah prinsip dan cara hidup. Ia menuntut keberanian, kejujuran, dan tanggungjawab. Ia tidak populer, sering melelahkan, bahkan resikonya tidak ringan, tapi buahnya terasa manis dan kaya akan manfaat.
Karena pada akhirnya, hidup dalam kebenaran memang tidak selalu mudah. Namun, terus mengarahkan diri pada kebenaran adalah jalan untuk meraih keberkahan hidup. Sikap ini juga menjadi benteng yang menjauhkan kita dari malapetaka serta kerusakan di dunia.
Komentar
Posting Komentar